Profesi sebagai seorang marketing
ataupun disebut wiraniaga dan lebih popular dengan sebutan sales memerlukan
pengetahuan dan ketrampilan yang harus terus menerus ditambah dan diperbaharui.
Wawasan dan pengetahuan seorang sales harus terus diasah dan ditingkatkan
setiap waktu karena merupakan tuntutan profesi yang mau tidak mau harus
dilakukan.
Berikut ada tulisan menarik yang
saya baca dan bagikan kepada pembaca disini dari Komaruddin Hidayat, Rektor Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta yang menuliskan tentang “Tabungan Rasa Sukses”
ini penting agar kita bisa melakukan pekerjaan dengan penuh optimisme. Rasa
sukses meskipun terhadap hal-hal kecil yang sudah kita lakukan sangatlah
penting untuk terus dipupuk dan ditingkatkan, berikut tulisannya.
![]() |
Add caption |
Sekali-sekali coba mengamati
suasana pendidikan Taman Kanak-Kanak. Salah satu permainan yang ada adalah
berjalan di atas papan layaknya sebuah jembatan. Dari segi ukuran tinggi dan
panjangnya, bagi orang tua sungguh hal yang sepele. Namun bagi anak usia dini,
mampu berjalan melewati sebuah jembatan itu akan mendatangkan rasa lega,
terlebih teman-teman memberi tepuk tangan. Muncul rasa sukses. “Aku bisa”. “Aku
hebat”.
Perasaan dan penghargaan positif
terhadap diri sendiri ini sangat penting dirasakan dan ditanamkan sejak kecil,
sehingga secara berangsur akan menjadi semacam tabungan rasa sukses. Bahwa
hidup adakalanya pahit dan gagal itu sudah biasa. Namun justeru pengalaman
belajar bangkit dari kegagalan itu sangat berharga bagi perkembangan pribadi
seseorang, sehingga selalu bersikap optimis dan positif mengahadapi hidup
dengan segala goncangannya. Jika seseorang memiliki kesadaran dan tabungan rasa
sukses, entah besar atau kecil, pada urutannya akan lebih bisa menghargai makna
hidup. Lebih mudah memberikan empati dan apresiasi pada prestasi orang lain,
sebagaimana dia memberi apresiasi pada dirinya sendiri.
Orang yang sadar terhadap sukses
diri bukanlah sombong, melainkan bagian dari rasa syukur dan menjaga harga
diri. Istilah harga diri ini perlu diberi catatan khusus, karena telah terjadi
penyimpangan makna dan konsep. Ada orang yang memiliki jabatan dan kekuasaan
tertentu yang kemudian melakukan komersialisasi jabatannya dengan “tarif uang”.
Lalu orang yang berurusan dengan pejabat itu pun akan bertanya-tanya, “Berapa
harganya agar urusan saya beres?” Jadi, ada fenomena baru seseorang dihargai
dengan sejumlah uang tertentu. Semakin tinggi jabatannya semakin besar harganya
jika seseorang ingin berurusan dengannya. Inilah yang saya maksud dengan
peyimpangan makna harga diri (self esteem). Bahwa harga diri seseorang itu
berdasarkan integritasnya, bukan jabatan formal yang diselewengkan untuk
mengejar materi.
![]() |
Add caption |
Orang yang berulangkali berhasil
mengatasi problem dan tantangan hidup dan kemudian secara sadar disyukuri serta
dijadikan pelajaran, maka dirinya akan tampil penuh percaya diri dan tidak
mudah menyerah ketika dihadapkan pada problem baru seberat apapun. Sikap
demikian muncul karena dalam dirinya tersimpan berbagai pengalaman sukses. Oleh
karena itu sangat penting rasa sukses dan percaya diri ditanamkan pada para
siswa agar setelah dewasa hidupnya lebih mandiri dan menghargai prestasi. Bukan
kemudian mengandalkan relasi orangtua, misalnya saja, ketika melamar kerja atau
menyuap dengan uang untuk memenangkan persaingan.
Berkaitan dengan pembinaan
integritas, sungguh merusak sebuah generasi terjadinya praktik kecurangan dalam
ujian nasional. Menyontek dan menyuap bukannya memperbanyak tabungan rasa
sukses untuk menghadapi tantangan hidup, tetapi membentuk pribadi yang lemah
dan korup karena krisis harga diri (self dignity) dan krisis percaya diri (self
condidence).
Dari pengamatan saya melalui
media sosial, khususnya televisi dan twitter, masyarakat kita lebih mudah
mencela, menghujat, mengkritik namun pelit untuk memberi apresiasi. Sulit
menjadi pendengar yang baik. Ini juga saya rasakan ketika beberapa kali
mengadakan hearing dengan teman-teman DPR. Orang maunya berbicara, mengkritik,
menggurui, tetapi enggan mendengarkan dan memberi apresiasi. Beberapa teman DPR
kalau sudah berbicara lalu pergi. Mungkin saja sibuk dengan tugas negara yang
lain.
Di lembaga sekolah Madania,
Komplek Kahuripan, Parung, kami melakukan pendekatan individual terhadap semua
siswa-siswi, dari tingkat SD sampai SMU. Bahwa masing-masing pribadi adalah
unik, hebat, dan masing-masing dikondisikan untuk mengenal kehebatan dirinya,
sehingga memiliki self dignity dan tabungan rasa sukses. Perasaan percaya diri
dan self esteem ini sangat vital dalam sebuah proses pendidikan. Sebab jika
yang punya diri saja tidak mengenal dan tidak menghargai dirinya, mana mungkin
orang lain akan menghargainya.
Bagi komunitas golfer, tabungan
rasa sukses ini juga sangat dirasakan. Ketika kita melakukan tee off di hole
yang sulit dengan stroke kecil, jika sebelumnya pernah menaklukkan hole itu
dengan membuat paar, maka kita akan percaya diri dan optimis untuk mengulangi
sukses. Begitupun dalam kehidupan, akumulasi pengalaman sukses membuat
seseorang lebih percaya diri dan menghargai proses perjuangan. Oleh karenanya
dalam sebuah pendidikan sering dilakukan ulangan dan ujian, salah satu
tujuannya untuk membina mental pejuang dan pemenang.
Dalam konteks kehidupan berbangsa
dan bernegara, dibalik keluh kesah maraknya korupsi, pasti ada pengalaman
sukses yang mesti diapresiasi untuk modal melangkah ke depan.
Nah, kita perlu memupuk dan
meningkatkan terus pengalaman-pengalaman sukses dalam hal apapun. Hal ini akan
menimbulkan dan menciptakan optimisme terhadap apa yang kita lakukan termasuk
rutinitas pekerjaan yang sedang kita jalani saat ini.
Sumber :
Republika OL, Komaruddin Hidayat, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Republika OL, Komaruddin Hidayat, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.
![]() |
Add caption |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar